- Tidak Memakai Wewangian dan
Perhiasan yang Bisa Mengundang Fitnah
Seperti
mengenakan pakaian yang memikat, atau mengenakan gelang kaki. Jika hal ini atau
sebagiannya dijumpai pada hari ini atau sebagiannya dijumpai pada diri seorang
wanita, maka terlarang mendatangi masjid.
Adapun
wangi-wangian, telah disebutkan dalam nash khusus.
Zainab
isteri ‘Abdullah bin Mas’ud radhiallaahu ‘anhu berkata,
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada kami:
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada kami:
“Apabila
salah seorang diantara kalian (para wanita) mendatangi masjid, maka janganlah
ia memakai wangi-wangian.” (HR. Muslim)
Dari Abu
Hurairah radhiallaahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
“Wanita
mana saja yang memakai bakhur (sejenis wewangi-wangian berbentuk asap) maka
janganlah ia mengerjakan shalat isya bersama kami.” (HR. Muslim).
“Perempuan manapun yang
menggunakan parfum kemudian melewati suatu kaum agar mereka mencium wanginya
maka dia adalah seorang pezina” (HR Ahmad, 4/418; shahihul jam’: 105)
Dari Abu hurairah : “Bahwa ada
seorang wanita berpapasan dengannya dan bau wewangian menerpanya. Maka Abu
Hurairah berkata: ”Wahai hamba Allah! apakah kamu hendak kemasjid? ”ia
menjawab: ”Ya!” Abu Hurairah kemudian berkata lagi: ”Pulanglah, lalu mandilah!
karena sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam
bersabda: ”Jika seorang wanita keluar menuju masjid sedangkan bau wewangiannya
menghembus maka Allah tidak menerima shalatnya, sehingga ia pulang lagi menuju
rumahnya lalu mandi (baru kemudian shalat kemasjid” {Hadits shahih,
Adapun
perhiasan lainnya, ketika seorang wanita mengenakan perhiasan itu untuk berhias
yang akan menimbullkan gairah syahwat dan mengobarkan fitnah, maka wanita
tersebut dilarang mendatangi masjid untuk menghindari fitnah dan menutup setiap
celah keburukan.
dikeluarkan oleh Al-baihaqi
(III/133 dan 246) lihat silsilah Hadits Shahihah Syaikh Albani 3/1031)
Perhatikanlah bagaimana syariat
Islam masalah ini. Perempuan yang memakai parfum dan keluar rumah meskipun
tujuan keluarnya ke masjid, ia di wajibkan mandi terlebih dahulu seperti mandi
jinabat, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“Perempuan manapun yang memakai parfum kemudian keluar ke masjid (dengan tujuan) agar wanginya tercium orang lain maka shalatnya tidak diterima sehingga ia mandi sebagaimana mandi jinabat” (HR Ahmad2/444, shahihul jam’ :2073.)
· Wanita Haid dan Nifas Tidak Boleh Diam di Dalam Masjid
“Perempuan manapun yang memakai parfum kemudian keluar ke masjid (dengan tujuan) agar wanginya tercium orang lain maka shalatnya tidak diterima sehingga ia mandi sebagaimana mandi jinabat” (HR Ahmad2/444, shahihul jam’ :2073.)
· Wanita Haid dan Nifas Tidak Boleh Diam di Dalam Masjid
Wanita yang
sedang haid, nifas, dan junub tidak boleh memasuki masjid, kecuali jika sekedar
melintas saja, berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَلا جُنُبًا
إِلا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا
“(Jangan
pula menghampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, kecuali sekadar
berlalu saja, hingga kamu mandi…” (QS. An Nisa: 43)
Dan di
antara dalil yang melarang wanita haid masuk ke dalam masjid (wanita nifas
diqiyaskan kepada wanita haid) adalah hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallaahu
’anha, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam bersabda
kepadaku, ambilah untukku tikar kecil dari masjid.” ‘Aisyah berkata, “Aku
berkata, ‘Aku sedang haid.’ Maka beliau bersabda, ‘Sesungguhnya haidmu itu
bukan pada tanganmu.’” (HR. Muslim)
Perkataan
Aisyah radhiallaahu ’anha, “Aku sedang haid” menunjukkan bahwa wanita
haid tidak boleh masuk ke dalam masjid dan tidak juga diam di dalamnya masjid
selain yang dikecualikan. Dan sebab dilarangnya ini karena khawatir salah satu
bagian masjid dikotori oleh najisnya darah haid.
Faidah: Dibolehkan bagi wanita istihadhah
untuk masuk ke dalam masjid dan i’tikaf di dalamnya. Akan tetapi, ia harus
menjaga jangan sampai ia mengotori masjid dengan najis. Dalam Shahih Bukhari
‘Aisyah radhiallaahu ’anha meriwayatkan bahwa sebagian dari ummahatul
mukminin melakukan i’tikaf dalam keadaan sedang istihadhah.
- Shalat di belakang Shaf
Laki-Laki dan Tidak Bercampur dengan Mereka
Shaf kaum
wanita di dalam masjid berada di belakang shaf kaum laki-laki, dan semakin jauh
shaf wanita dari shaf laki-laki maka akan semakin baik dan lebih utama bagi
kaum wanita tersebut. Seperti yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallaahu
’anhu, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
”Sebaik-baik
shaf laki-laki adalah yang paling pertama (terdepan) dan seburuk-buruk shaf
laki-laki adalah yang paling terakhir (belakang), serta sebaik-baik shaf wanita
adalah yang paling akhir dan seburuk-buruk shaf wanita adalah yang paling
depan.” (HR. Bukhari)
Dekatnya
laki-laki kepada wanita akan membangkitkan gejolak syahwat dan menggerakannya.
Dengan demikian, akan hilanglah inti dari ibadah shalat, yaitu khusyu’ ketika
mengerjakannya. Oleh karena itu, diantara anjuran pembawa syari’at, yaitu
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam adalah menjauhkan laki-laki dari
kaum wanita di dalam masjid. Apabila beliau selesai shalat, beliau diam sejenak
di tempat beliau shalat agar para wanita berpaling (pergi) sebelum kaum
laki-laki mendapati mereka ketika keluar meninggalkan masjid sehingga
menimbulkan campur baur dengan kaum wanita.
Dari Ummu
Salamah radhiallahu ’anha, istri Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam,
bahwa apabila kaum wanita di zaman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
telah mengucapkan salam dalam shalat wajib, mereka langsung berdiri. Rasululah shalallahu
‘alaihi wasallam dan kaum laki-laki yang ikut mengerjakan shalat tetap diam
di tempat hingga waktu yang Allah kehendaki. Apabila Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam berdiri maka merekapun berdiri. (HR. Bukhari)
Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam adalah pendahulu manusia sebagai panutan, maka hendaklah
mereka menunda sejenak waktu keluar mereka dari tempat shalatnya, menunggu
hingga kaum wanita pergi. Dan bagi kaum wanita, hendaklah mereka tidak mengakhirkan
keluar dari tempat shalat mereka setelah berpalingnya imam, bahkan hendaklah
mereka keluar dan kembali ke rumah masing-masing, dan hal itu lebih baik bagi
mereka (kaum laki-laki dan juga kaum perempuan).
Akan tetapi
jika tempat keluarnya wanita berjauhan dengan tempat keluarnya laki-laki, dan
dengan begitu tidak akan terjadi campur baur, maka tidak mengapa kaum laki-laki
keluar dengan segera setelah imam berpaling, atau kaum wanita menunggu sejenak
di tempat shalat mereka, sebab larangan telah tertiadakan. Wallahu a’lam.
Catatan
penting: Apabila tempat shalat wanita terpisah dengan tempat shalat laki-laki,
maka sebaik-baik shaf wanita ketika itu adalah yang paling depan, dan
seburuk-buruk tempat adalah shaf paling akhir. Hal itu karena alasan yang menjadikan
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menyatakan bahwa seburuk-buruk shaf
wanita adalah yang paling depan telah tertiadakan dengan terpisahnya shaf
laki-laki dari shaf wanita, maka keutamaan shaf dalam shalat kembali kepada
shaf terdepan.
1 komentar:
Makasi ya infonya;)
Posting Komentar