Minggu, 16 Maret 2014

Perbedaannya..

  • Tidak Memakai Wewangian dan Perhiasan yang Bisa Mengundang Fitnah
Seperti mengenakan pakaian yang memikat, atau mengenakan gelang kaki. Jika hal ini atau sebagiannya dijumpai pada hari ini atau sebagiannya dijumpai pada diri seorang wanita, maka terlarang mendatangi masjid.
Adapun wangi-wangian, telah disebutkan dalam nash khusus.
Zainab isteri ‘Abdullah bin Mas’ud radhiallaahu ‘anhu berkata,
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada kami:
Apabila salah seorang diantara kalian (para wanita) mendatangi masjid, maka janganlah ia memakai wangi-wangian.” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah radhiallaahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Wanita mana saja yang memakai bakhur (sejenis wewangi-wangian berbentuk asap) maka janganlah ia mengerjakan shalat isya bersama kami.” (HR. Muslim).
“Perempuan manapun yang menggunakan parfum kemudian melewati suatu kaum agar mereka mencium wanginya maka dia adalah seorang pezina” (HR Ahmad, 4/418; shahihul jam’: 105)
Dari Abu hurairah : “Bahwa ada seorang wanita berpapasan dengannya dan bau wewangian menerpanya. Maka Abu Hurairah berkata: ”Wahai hamba Allah! apakah kamu hendak kemasjid? ”ia menjawab: ”Ya!” Abu Hurairah kemudian berkata lagi: ”Pulanglah, lalu mandilah! karena sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam bersabda: ”Jika seorang wanita keluar menuju masjid sedangkan bau wewangiannya menghembus maka Allah tidak menerima shalatnya, sehingga ia pulang lagi menuju rumahnya lalu mandi (baru kemudian shalat kemasjid” {Hadits shahih,
Adapun perhiasan lainnya, ketika seorang wanita mengenakan perhiasan itu untuk berhias yang akan menimbullkan gairah syahwat dan mengobarkan fitnah, maka wanita tersebut dilarang mendatangi masjid untuk menghindari fitnah dan menutup setiap celah keburukan.
dikeluarkan oleh Al-baihaqi (III/133 dan 246) lihat silsilah Hadits Shahihah Syaikh Albani 3/1031)
Perhatikanlah bagaimana syariat Islam masalah ini. Perempuan yang memakai parfum dan keluar rumah meskipun tujuan keluarnya ke masjid, ia di wajibkan mandi terlebih dahulu seperti mandi jinabat, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“Perempuan manapun yang memakai parfum kemudian keluar ke masjid (dengan tujuan) agar wanginya tercium orang lain maka shalatnya tidak diterima sehingga ia mandi sebagaimana mandi jinabat” (HR Ahmad2/444, shahihul jam’ :2073.)



·     Wanita Haid dan Nifas Tidak Boleh Diam di Dalam Masjid
Wanita yang sedang haid, nifas, dan junub tidak boleh memasuki masjid, kecuali jika sekedar melintas saja, berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَلا جُنُبًا إِلا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا
(Jangan pula menghampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu saja, hingga kamu mandi…” (QS. An Nisa: 43)
Dan di antara dalil yang melarang wanita haid masuk ke dalam masjid (wanita nifas diqiyaskan kepada wanita haid) adalah hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallaahu ’anha, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam bersabda kepadaku, ambilah untukku tikar kecil dari masjid.” ‘Aisyah berkata, “Aku berkata, ‘Aku sedang haid.’ Maka beliau bersabda, ‘Sesungguhnya haidmu itu bukan pada tanganmu.’” (HR. Muslim)
Perkataan Aisyah radhiallaahu ’anha, “Aku sedang haid” menunjukkan bahwa wanita haid tidak boleh masuk ke dalam masjid dan tidak juga diam di dalamnya masjid selain yang dikecualikan. Dan sebab dilarangnya ini karena khawatir salah satu bagian masjid dikotori oleh najisnya darah haid.
Faidah: Dibolehkan bagi wanita istihadhah untuk masuk ke dalam masjid dan i’tikaf di dalamnya. Akan tetapi, ia harus menjaga jangan sampai ia mengotori masjid dengan najis. Dalam Shahih Bukhari ‘Aisyah radhiallaahu ’anha meriwayatkan bahwa sebagian dari ummahatul mukminin melakukan i’tikaf dalam keadaan sedang istihadhah.
  • Shalat di belakang Shaf Laki-Laki dan Tidak Bercampur dengan Mereka
Shaf kaum wanita di dalam masjid berada di belakang shaf kaum laki-laki, dan semakin jauh shaf wanita dari shaf laki-laki maka akan semakin baik dan lebih utama bagi kaum wanita tersebut. Seperti yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallaahu ’anhu, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang paling pertama (terdepan) dan seburuk-buruk shaf laki-laki adalah yang paling terakhir (belakang), serta sebaik-baik shaf wanita adalah yang paling akhir dan seburuk-buruk shaf wanita adalah yang paling depan.” (HR. Bukhari)
Dekatnya laki-laki kepada wanita akan membangkitkan gejolak syahwat dan menggerakannya. Dengan demikian, akan hilanglah inti dari ibadah shalat, yaitu khusyu’ ketika mengerjakannya. Oleh karena itu, diantara anjuran pembawa syari’at, yaitu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam adalah menjauhkan laki-laki dari kaum wanita di dalam masjid. Apabila beliau selesai shalat, beliau diam sejenak di tempat beliau shalat agar para wanita berpaling (pergi) sebelum kaum laki-laki mendapati mereka ketika keluar meninggalkan masjid sehingga menimbulkan campur baur dengan kaum wanita.
Dari Ummu Salamah radhiallahu ’anha, istri Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, bahwa apabila kaum wanita di zaman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah mengucapkan salam dalam shalat wajib, mereka langsung berdiri. Rasululah shalallahu ‘alaihi wasallam dan kaum laki-laki yang ikut mengerjakan shalat tetap diam di tempat hingga waktu yang Allah kehendaki. Apabila Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berdiri maka merekapun berdiri. (HR. Bukhari)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam adalah pendahulu manusia sebagai panutan, maka hendaklah mereka menunda sejenak waktu keluar mereka dari tempat shalatnya, menunggu hingga kaum wanita pergi. Dan bagi kaum wanita, hendaklah mereka tidak mengakhirkan keluar dari tempat shalat mereka setelah berpalingnya imam, bahkan hendaklah mereka keluar dan kembali ke rumah masing-masing, dan hal itu lebih baik bagi mereka (kaum laki-laki dan juga kaum perempuan).
Akan tetapi jika tempat keluarnya wanita berjauhan dengan tempat keluarnya laki-laki, dan dengan begitu tidak akan terjadi campur baur, maka tidak mengapa kaum laki-laki keluar dengan segera setelah imam berpaling, atau kaum wanita menunggu sejenak di tempat shalat mereka, sebab larangan telah tertiadakan. Wallahu a’lam.
Catatan penting: Apabila tempat shalat wanita terpisah dengan tempat shalat laki-laki, maka sebaik-baik shaf wanita ketika itu adalah yang paling depan, dan seburuk-buruk tempat adalah shaf paling akhir. Hal itu karena alasan yang menjadikan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menyatakan bahwa seburuk-buruk shaf wanita adalah yang paling depan telah tertiadakan dengan terpisahnya shaf laki-laki dari shaf wanita, maka keutamaan shaf dalam shalat kembali kepada shaf terdepan.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Makasi ya infonya;)

Posting Komentar